Tanggerang, – Disinyalir Oknum Kepala Desa Tobat diduga melakukan Kolusi Korupsi dan Nepotisme terhadap Anggaran Dana Desa Tahun Anggaran 2022 sampai 2023.
Sebelumnya, Adanya Anggaran Dana Desa ialah untuk membantu oprasional kebutuhan desa dalam menumbuh kembangkan kemajuan disetiap Desa. Namun tidak terlepas dari pengawasan Control Sosial Baik Insan Pers Maupun Lembaga Masyarakat, Anggaran Dana Desa juga sering menjadi unsur pemanfaatan untuk memperkaya diri, hal ini didasari oleh fakta fakta yang ada di lapangan salah satunya Desa Tobat Kecamatan Balaraja Kabupaten Tanggerang yang sedang di awasi oleh Organisasi Pers Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) melalui Kadiv Litbang DPP GWI Pusat Batu Pandiangan.
Dalam Keterangannya, Desa Tobat terindikasi banyaknya kejanggalan dan diduga adanya memanipulasi Anggaran Dana Desa. Namun saat akan dimintai Keterangan, Oknum Kepala Desa setempat tidak bisa ditemui atau alergi terhadap wartawan.
Pada data yang telah dihimpun, Desa Tobat menganggarkan Penyediaan bantuan bibit ikan senilai Rp 80.250.00 pada tahun anggaran 2022. Kemudian pada tahun 2023 Desa Tobat Kembali menggelontorkan anggaran untuk Program Ketahanan Pangan berupa Bantuan Sarana dan Prasarana Peternakan Ayam Petelur senilai Rp 57.335.000, Bantuan Sarana dan Prasarana Bibit Pertanian senilai Rp 42.090.500, Bantuan Perikanan (Bibit/Pakan/dst) senilai Rp 21.960.000, serta Pembuatan/Peningkatan Tempat Wisata Memancing senilai Rp 165.051.550.
Merujuk pada Undang – undang Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Kemerdekaan Pers, yang tertuang pada Pada BAB kedua tentang Azas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Pers, Pasal 4 (empat) ayat 3 (tiga) berbunyi “Untuk menjamin Kemerdekaan Pers, Pers Nasional mempunyai Hak mencari, Memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan Informasi”.
Kemudian, pada BAB VIII dalam Ketentuan Pidana Pasal 18 ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dalam kesempatan itu, Batu Pandiangan menerangkan bahwa, Mengutip Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, korupsi adalah sebuah tindakan memperkaya diri dengan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Sementara pada Pasal 3 dijelaskan korupsi ialah menyalahgunakan wewenang jabatan publik untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun faktor yang biasanya membuat kepala desa terjebak dalam tindak pidana korupsi adalah karena tingginya biaya politik pada saat turun gelanggang pemilihan kepala desa. Akibatnya, setelah menjabat, kepala desa cenderung memanfaatkan dana desa yang jumlahnya sangat besar untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan.
Sementara itu, modus yang biasa digunakan untuk berkorupsi umumnya sangat sederhana. Misalnya, dengan menggelembungkan anggaran, penggelapan kegiatan, dan proyek fiktif. Ironisnya, modus-modus ini seringkali tidak dimengerti oleh kepala desa dan perangkatnya bahwa kegiatan tersebut masuk ke dalam ranah tindak pidana korupsi.
Sesuai dengan data yang di ketahui Batu Pandiangan, setelah kroscek di lapangan banyak di temukan kejanggalan yang diduga fiktif, dengan adanya temuan hasil insvestigasi tersebut, Batu Pandiangan meminta kepada seluruh instansi terkait untuk segera mengaudit kembali desa Tobat, mulai tahun anggaran 2022 sampai 2023.
Sampai diterbitkan berita ini, Oknum Kepala Desa Tobat belum bisa di konfirmasi.
Laporan : Batu Pandiangan.
Leave a Comment